SUMENEP (JURNALIS INDONESIA) – Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, Madura, Jawa Timur, menjadi sorotan atas ulah dugaan ketidakberesan para majelis hakim yang menangani perkara terdakwa oknum guru PNS cabul Sudiarto. Sang predator anak yang meresahkan ini oleh majelis hakim malah divonis putusan pidana penjara selama 14 tahun dibawah tuntutan jaksa penuntut umum 17 tahun.
Salah satu orang tua korban mengaku kecewa atas putusan majelis hakim terhadap terdakwa oknum guru PNS cabul Sudiarto lantaran tidak memberikan rasa keadilan kepada korban yang notabene anak dibawah umur yang hingga kini korban masih dihantui trauma.
Keluarga korban menduga majelis hakim pada Pengadilan Negeri Sumenep ‘masuk angin’ dalam memutus terdakwa oknum guru PNS Cabul Sudiarto yang telah meresahkan masyarakat dan menciderai dunia pendidikan itu.
“Karena kenapa, mulai dari sidang pembacaan putusan yang dilakukan hari ini Selasa (26/11/2024) yang biasanya sidangnya dimulai siang, malah pas sidang pembacaan putusan tiba-tiba dimajukan pukul 9.00 sudah dilakukan,” ungkap keluarga korban.
Kemudian keluarga korban juga menanyakan hitung-hitungan pertimbangan hukum majelis hakim dengan memutus 14 tahun penjara terhadap terdakwa oknum guru PNS Cabul Sudiarto yang tidak sepantasnya melakukan perbuatan bejat kepada beberapa muridnya sendiri yang masih anak dibawah umur.
“Warga biasa aja bukan PNS, tuntutannya itu kan minimal 5 tahun. Dan perlu diketahui korban dari terdakwa oknum guru PNS Cabul Sudiarto itu bukan satu orang. Meskipun dalam satu perkara korbannya ada 3 orang. Sehingga putusan majelis hakim itu tidak melaksanakan tambahan hukuman sepertiga malah mengurangi hukuman,” geramnya.
Padahal kata keluarga korban ini, jaksa penuntut umum pada tuntutannya masih menerapkan tambahan hukuman sepertiga yakni 17 tahun. “Tapi anehnya, majelis hakim pada Pengadilan Negeri Sumenep dalam putusannya malah mengurangi hukuman terhadap terdakwa oknum guru PNS Cabul Sudiarto yang meresahkan itu. Ini ada apa? sehingga diduga kuat majelis hakim pada Pengadilan Negeri Sumenep yang menangani perkara ini masuk angin,” lanjutnya.
Sementara juru bicara Pengadilan Negeri Sumenep Jetha Tri Dharmawan berdalih sidang yang dibacakan pada pukul 09.15 Wib yang tidak seperti sidang-sidang sebelumnya, sesuai dengan surat edaran Mahkamah Agung terkait pelayanan dimulai dari jam 9 baik PTSP maupun ruang sidang.
“Kenapa sidang dibacakan, pertama terdakwa sudah hadir, kemudian penasehat hukum terdakwa sudah hadir selanjutnya penuntut umum sudah hadir dan majelis hakim otomatis sudah hadir karena berkantor dari jam 07.30 sudah ada di Pengadilan Negeri Sumenep,” sebutnya ditemui di PN Sumenep.
Kata dia, tidak perlu ada yang ditunggu, ketika sudah lengkap dan penuntut umum sudah bisa menghadirkan terdakwa.
Mengenai putusan sang jubir menyebut jika majelis hakim memutus perkara sebagaimana fakta hukum. “Mengenai tuntutan 17 tahun dan hakim memutus 14 tahun denda 100 juta subsider 6 bulan kurungan itu adalah hak daripada majelis hakim berdasarkan musyawarah dan mufakat majelis hakim,” katanya.
Sang jubir juga mengatakan, putusan majelis hakim itu tanpa adanya embel-embel dari pihak mana pun karena putusan majelis hakim itu berdasarkan musyawarah sebagaimana fakta hukum dan keadilan menurut majelis hakim.
“Sebagaimana KUHAP, majelis hakim bisa mutus perkara berdasarkan surat dakwaan bukan berdasarkan tuntutan. Artinya apa, dakwaannya itu reng hukumannya itu 5 tahun sampai 20 tahun. Artinya majelis hakim bebas memutus perkara dari reng 5 tahun sampai 20 tahun tersebut,” ujarnya.
Sang jubir juga menyebut, di dalam pertimbangan majelis hakim yang meringankan putusan terhadap terdakwa belum pernah dihukum.
“Sementara hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak mengaku akan perbuatannya dan lain-lain bisa dilihat lengkap pada putusan,” sebutnya seraya kembali mengatakan dengan memastikan dalam putusan majelis hakim terhadap terdakwa tidak ada intervensi dari pihak siapapun meskipun keluarga besar terdakwa (sang oknum guru PNS cabul Sudiarto-red) mantan pegawai pejabat di Pengadilan Negeri Sumenep.
“Sebagaimana pasal yang didakwakan untuk terdakwa itu ancaman hukumannya minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun. Artinya selagi masih dari reng itu boleh tergantung pada musyawarah hakim itu sendiri,” kata sang jubir.
Sang jubir mengatakan juga, terkait putusan majelis hakim, sikap dari penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Sumenep masih pikir-pikir. “Artinya sebagaimana KUHAP diberikan waktu 7 hari untuk pikir-pikir, selama masa 7 hari itu masih belum ada upaya hukum baik itu dari terdakwa maupun dari penuntut umum berarti putusan terhadap terdakwa tersebut telah berkekuatan hukum tetap,” ungkapnya.