PAMEKASAN (JURNALIS INDONESIA) – Seorang gadis asal Dusun Duko, Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan mengidap penyakit tumor ganas. Gadis manis yang bernama Siti Qomariyah (24 Tahun) putri dari Muchtar yang memiliki aktifitas guru ngaji di musholla dan petani di pekarangan rumahnya. Siti Qomariyah mempunyai tiga saudara, dia merupakan putri ke dua dari tiga saudara.
Siti Qomariyah seorang mahasiswi semester 8 Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Madura mengidap kanker ganas yang terancam diamputasi.
Muchtar sang orang tua dari Siti Qomariyah, saat ditemui dirumahnya mengatakan, putrinya divonis mengidap penyakit tumor ganas oleh dokter di RSUD Smart Panglegur Pamekasan, pasalnya saat dia membawa putrinya ke RSUD Smart untuk melakukan pengobatan pada kaki Siti dari pihak RSUD Smart mengatakan untuk secepatnya ke RS. dr. Soetomo Surabaya, karena penyakit yang diderita putri tidak dapat diatasi di RSUD Smart.
Mendengar, keterangan dari seorang dokter tersebut dengan sontak Muchtar kaget dan sedih, artinya RSUD Smart tidak dapat mengatasi penyakit anaknya. Dengan berkaca kaca, Muchtar di depan anaknya berusaha tegar dan kuat agar anaknya tetap optimis.
Penyakit tumor ganas menurut keterangan Muchtar berawal dari kala itu, anaknya jatuh biasa dan kejadian itu di tahun 223 bulan Febuari. Setelah itu, keesokan harinya tepat pagi harinya kaki anaknya yang semula jatuh biasa tiba-tiba terasa sakit dan keseleo yang dirasakan oleh anaknya.
“Mendengar rasa sakit anak saya kemudian dibawalah ke pak Dirman ahli tulang, tindakannya ke pak Dirman agar tulangnya ada kaki anaknya bisa di perbaiki. Tak hanya satu kali ia mengobarkan ke pak Dirman, berselang waktu ia kembali lagi dan mendapatkan bantuan tongkat untuk Siti agar membantu untuk bisa berjalan,” katanya.
Kata Muchtar, dengan tongkat itu dapat jalan dengan enak dan bisa kuliah lagi namun tanpa diduga, ketika Siti hendak ke rumah neneknya, ia terjatuh lagi saat itu jalan kondisi basah dan licin setelah di guyur hujan, ia jatuh tepat di baratnya Sumur selatan rumahnya.
“Jatuh yang kedua kalinya ini membuat tulang kaki anak saya menjadi parah dan dibawa lagi ke sangkal putung pak Dirman, karena sudah beberapa kali saya kesana kurang lebih 5 kali, akhirnya pak Dirman angkat tangan dan menyarankan untuk dibawa ke sangkal putung di Dempo Waru. Setelah 2 kali dibawa ke Dempo Waru, tidak ada perkembangan apapun, akhirnya sepakat antara saudara saudara untuk dirujuk ke rumah sakit umum Martodirdjo,”ungkapnya.
Setelah musyawarah, Muchtar membawa anaknya ke RSUD Smart Panglegur, setibanya di rumah sakit setelah dilakukan pemeriksaan dari pihak dokter memberikan surat rujukan untuk di bawa ke rumah sakit dr. Sutomo Surabaya untuk di lakukan operasi karena sudah membengkak.
“Rujukan dari dokter RSUD Smart berdasarkan hasil pemeriksaan medis bahwa di kaki anak saya ada tumor ganas didalamnya,” lanjutnya.
Tak menunggu lama, Muchtar membicarakan kepada saudaranya bahwa Siti mengidap tumor ganas pada kakinya dan dapat surat rujukan dari RS Smart.
“Usai musyawarah akhirnya berangkatlah kami ke RS. Dr. Soetomo, setiba di rumah sakit itu pihak dokter di rumah sakit tersebut menjelaskan ini kanker ganas dan kalau tidak segera dilakukan operasi akan merambat ke jantung,” ujarnya.
“Mendengar pihak dokter RS dr. Soetomo yang memvonis penyakit anaknya, saya melakukan pengobatan sesuai dengan prosedur dokter itu. Tak hanya satu atau dua kali dirinya mengobati anaknya ke Surabaya, saya bolak balik ke RS dr. Soetomo sampai 9 kali,” tuturnya dengan sedih.
Namun di hitungan ke 7 kalinya dikatakan berobat ke RS dr. Soetomo maka para ahli dokter itu melakukan penyuntikan pada kaki anaknya yang saat itu kakinya masih kecil benjolannya.
“Setelah di suntik, tiba-tiba bengkak pada kakinya semakin membesar. Membengkaknya yang semakin besar, saya lalu menanyakan kepada dokter itu. Kemudian dokter tersebut memberikan jawaban, ini disuntik untuk mendeteksi mana daging dan mana yang tulang karena mau dioperasi,” terang Muchtar menirukan keterangan dokter.
Muchtar mengartikan, dengan bengkak itu rumah sakit menyatakan untuk kepentingan operasi.
“Dan untuk yang ke 8 kali setelah di deteksi semua setelah diperiksa dan data-data sudah lengkap, saya balik terakhir ke kali akan di operasi katanya. Setelah kami kembali ke 9 kalinya lalu dokter menvonis harus di amputasi,” ucapnya dengan perasaan sedih dan kecewa.
“Terakhir ke Surabaya sekitar bulan 9 tahun 2023, karena sudah di vonis harus di amputasi kami tidak sanggup, berarti dokter itu tidak memikirkan saya orang tidak mampu yang sudah bolak balik hingga sembilan kali ke Surabaya. Mengapa mereka tidak mengatakan disaat masih 2 atau ke 3 kali ke Surabaya,” tambahnya.
Pengobatan anaknya dikatakan, menggunakan BPJS, selama perawatan ke Surabaya dia mengakui dilayani oleh desa sebatas mobil sigap pada saat bolak balik hingga 9 kalinya.
“Akhirnya saya memutuskan tidak sanggup untuk di amputasi lalu saya pulang. Kata dokter sebelum dia pulang, dokter menyarankan
apabila nanti mau diamputasi silahkan balik lagi ke Surabaya kapan saja,” katanya.
“Dan saya pamit kepada dokter karena saya masih ingin memikirkan terlebih dahulu, apabila keluarga sudah sepakat jelas akan di amputasi, tetapi karena seluruh keluarga tidak sepakat dan terpaksa saya mencari jalur pengobatan alternatif luar. Alhamdulillah pengobatan alternatif dapat membuat bengkaknya bisa meletus dari bengkak itu keluarlah darah dan nanah yang semula membengkak besar menjadi lebih mengecil dari pada semula,” tuturnya.
Dijelaskan, ada saat di RS dr. Sutomo selama pemeriksaan tidak pernah dilakukan penyedotan cairan, hanya disuntik dan di ambil sample saja.
“Hingga saya sempat marah saat di rumah sakit itu. Kemarahan saya ini sebagai bentuk rasa sebagai orang kecil yang sudah dipermainkan oleh dokter itu karena sudah 9 kali kami bolak balik ke Surabaya. Hasil itupun saya sampaikan ke kepala desa, namun dari kepala desa sendiri tidak ada tindakan apapun,” ujarnya.
“Ada satu mingguan dari sekarang ini, pihak kepala desanya melihat anak saya dan berusaha mengusahakan untuk di bawa ke ortopedi di Solo, itupun masih belum tau perkembangannya karena masih menunggu dari kepala desa. Begitu pula dengan Babinsa juga mengusahakan bagaimana anak saya agar bisa dioperasikan ke rumah sakit angkatan laut di Surabaya,” jelasnya.
“Pokoknya saya kalau ke rumah sakit dr. Sutomo saya sudah trauma karena merasa di permainkan. Permasalahan kuliahnya pun dipermasalahkan karena biasanya harus mengikuti KKN, tetapi dia tidak bisa ikut. Dan pihak kampus tidak memaklumi anak saya dan KKNnya harus di desa lain padahal anak saya dengan jelas dan bukti sudah nyata keadaannya seperti itu,” sambungnya.
“Alhasil dari turun tangan Camat Tlanakan ibu Ida mendatangi ke kampus IAIN untuk mengklarifikasi anak saya dan bagaimana anak saya KKNnya mandiri istilahnya, alhamdulillah ibu camat berhasil melobi ke kampus, karena apabila tidak begitu bagaimana anak saya bisa ke kampus dengan kondisi seperti ini, karena pihak kampus tidak memikirkan kondisi mahasiswanya,” katanya.
Disinggung soal kepedulian dosennya, Muchtar menyampaikan kalau dari pihak kampus anak belum ada yang menjenguk anaknya. “Hal ini saya menerima dengan ikhlas dan mungkin ini ujian untuk saya dan keluarga,” pungkasnya. (fid)